Menjawab Fitnah ” MARYAM Saudara HARUN” (Qs 19:27,28)

Capek juga ya ngeladeni orang Kristen yang mata hatinya tertutupi oleh Setan, Menjawab Fitnah ” MARYAM Saudara HARUN” (Qs 19:27,28). oleh Febri Ardian Pangestu


Gambar Ilustrasi: Maria tatkala dikunjungi oleh Malaikat Gabriel (bukan Jibril!) yang memberitahukan kepadanya bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus dan akan menamai anak itu YESUS

15 Dec 2012 17:04:37
Seorang pendeta senior yang mengklaim dirinya peneliti alkitab berusaha memaksakan hipotesisnya tentang anakronisme dalam Quran pada surat Maryam ayat 28.

Saya sebenarnya tidak begitu berminat mengomentari karena saya juga telah menulis belasan kali pada bahasan yang sama di forum baik forum Muslim maupun forum Kristen. Hanya saja, dia, Pdt. Teguh Hindarto (facebook alias: Shem Tov) mengatakan tidak berminat berdiskusi dengan kualitas ABG kepada saya (Wajah saya sih cocok kalo masih ABG J) dengan sombongnya memberi link ke blognya yang katanya berbobot.

Tanpa bermaksud merendahkan bapak pendeta, tapi saya ingin mengajak pembaca bersama-sama menelanjangi kesombongan kekurang wawasannya (saya enggan menyebut kebodohan) tentang pemahamannya tentang ayat Quran meskipun katanya bisa berbahasa Arab juga.

Untuk referensi pembaca ini tulisan Pdt. Teguh hindarto (selanjutnya saya sebut Pdt. TH): teguhhindarto.blogspot.com/2011/12/diskusi-shem-tov-dan-jp-jones-perihal.html

Saya akan langsung ke poin permasalahan. Saya anggap pembaca sudah membaca analisis Pdt. TH yang katanya “akurat”.
Ini ayat yang dipermasalahkan,
فَأَتَتْ بِهِ قَوْمَهَا تَحْمِلُهُ قَالُوا يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا فَرِيًّا
يَا أُخْتَ هَارُونَ مَا كَانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا كَانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا

Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina”

Pdt TH menuduh dengan instan bahwa telah terjadi anakronisme karena pada ayat tersebut karena Maryam bunda Isa as. disebut ukhta Harun, saudara perempuan Harun. Padahal, Maryam hidup jauh setelah harun, dan keliru dengan Miryam saudara perempuan Harun pada Keluaran 15:20. Pdt TH juga membawakan surat At Tahrim ayat 12 yang menyebut Maryam binti Imran dimana dalam Bilangan 26:59 ayah Miryam adalah Amram. Kemiripan nama ini dianggap secara instan oleh Pdt. TH sebagai anakronisme. Kenapa instan? Karena hanya didasarkan pada asumsi dan persepsi pribadi dan mengabaikan bukti lainnya dari sisi historis Quran, tafsirnya hingga tradisibahasa semitik.

Asumsi yang digunakan Pdt TH adalah sangat sederhana “kemiripan nama”. Asumsi sederhana ini membawa pada kesimpulan “(Allah/Muhammad) keliru menyitir Tanakh kitab keluaran dan bilangan” sebagai bukti anakronisme quran yang tak terbantahkan.
Bantahannya adalah sebagai berikut:

1. Muhammad SAW SUDAH TAHU bahwa Maryam dan Harun tidak sezaman.
Muhammad shallallahu alahi wassalam sudah tahu sejak awal bahwa Maryam ibunda Isa as. hidup pada zaman setelah zaman Harun. Maka tidak mungkin beliau menyitir/merujuk pada Tanakh kitab Keluaran dan Bilangan secara langsung maupun tidak langsung. Tidak ada pemahaman rasulullah bhawa “ukhta Harun” itu bermakna saudara secara kandung.

Berikut (terjemahan) hadits riwayat bukhari dengan derajat shahih,
Ketika aku datang ke Najran, mereka (orang Kristen Najran) bertanya padaku: Kamu membaca “Yaa ukhta Haarun” (Hai,saudara perempuan Harun -Maryam-) dalam Qur’an, sedangkan Musa dilahirkan jauh sebelum Yesus. Ketika aku kembali kepada Rasulullah, aku bertanya tentang hal itu, kemudian Nabi menjawab: Mereka (masyarakat zaman lampau) dulu biasa memberi nama menurut nama-nama Nabi dan orang-orang saleh yang telah wafat sebelum mereka.

Fakta yang bisa diambil dari kisah ini adalah:
– Kristen pada zaman itu sudah mempertanyakan hal tersebut, dan telah dijawab pada masa yang sama
– Frase “sebelum mereka” menunjukkan bahwa Muhammad memahami ayat tersebut dengan pemahaman bahwa Maryam hidup setelah

Harun dan tentu saja bukan bermakna saudara kandung
– Muhammad SAW mengetahui tradisi semitik mengenai penyebutan nama

Dari sini saja tuduhan anakronisme dalam Quran sudah gugur bahkan sebelum pertanyaan Pdt. TH muncul.

 

2. Frase “saudara” tidak selalu bermakna harfiah hubungan saudara secara kandung.
Di sini Pdt. TH bersikeras (baca: ngotot) bahwa “ukhta harun” pada ayat tersebut bermakna saudara secara kandung bukan idiom.
Hal ini menggelikan karena Pdt. Th mengaku banyak mengkaji secara Hebraic-Aramaic dan juga Arabic tapi seolah olah dia mengabaikan fakta bahwa kata akhun-ukhtun dalam bahasa arab dan ach-achowt dalam bahasa ibrani memiliki pemaknaan selain hubungan saudara kandung.

Ini contohnya:
Dalam surat Al-a’raaf ayat 65, 73, 85 Nabi Hud, Saleh dan Syu’aib dikenal sebagai “saudara” masyarakat mereka masing-masing.
Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum ‘Aad saudara mereka, Hud.

Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?”

Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka, Shaleh. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhammu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih.

Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman.”

Apakah saudara disitu bermakna saudara kandung? TIDAK. Dan satu lagi, dalam Al Qaaf ayat 13,

dan kaum Aad, kaum Fir’aun dan ikhwanu (kaum) Lut.

Apakah saudara disitu adalah saudara kandung? Tentu TIDAK.

Begitu juga dengan Alkitab, saudara tidak selalu bermakna saudara kandung, ada frase “saudara perempuan israel”, “saudara Yesus” yang semuanya tidak dimaknai saudara kandung.


الاَخ-(al) akh – dan الاُخْتُ -(al) ukht – dalam perbendaharaan bahasa Arab sama dengan אח – ach – dan אחות – ‘achowth – dalam perbendaharaan bahasa Ibrani untuk saudara laki-laki dan perempuan. Dan terbukti penggunaannya (dalam bibel) tidak hanya berarti saudara dalam pengertian saudara kandung. Silahkan periksa dalam kamus strong bernomor 251 dan 269. Justru pemaknaan selain saudara kandung lebih banyak daripada pemaknaan saudara kandung.


Ini sangat jelas. Mungkin Pdt. TH pun juga sudah tahu hanya saja ngotot bahwa maknanya adalah saudara kandung sementara sejak Quran diturunkan hingga hari ini sejak nabi Muhammad, sahabatnya dan Muslim hingga hari ini tidak ada yang memaknai sebagai saudara kandung. Bukankah ini lucu. Memaksakan suatu persepsi keliru yang tidak ada dalam pemahaman Quran yang benar kemudian ditimpakan sebagai kesalahan Quran. Padahal, sesuai pernyataannya sendiri, “saudara” dapat bermakna selain literal jika konteksnya menunjukkan demikian. Maka, apakah pak pendeta lupa bahwa Muhammad Rasululah telah menjelaskan makna tersebut 14 abad yg lalu dan juga bukti dari tradisi semitik tentang penyebutan seseorang? Justru pak pendeta yang tetap keukeuh hanya dengan teks “kesamaan nama” belaka tanpa memahami konteks.
Ini sesat pikir. Strawman Fallacy!!


3. Maryam tidak sama dengan Miryam, dan Imran (ayah Maryam) berbeda dengan Amram (ayah Miryam, Musa, dan Harun)
Setelah membuktikan bahwa Muhammad sudah tahu bahwa Maryam tidak sezaman dengan Harun maka, bukti selanjutnya adalah bahwa Imran ayah Maryam ibu Isa as. tidak sezaman dengan Amram ayah Musa, Harun dan Miryam,

Surah Ali Imran ayat 35-37,

(Ingatlah), ketika isteri ‘Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat. Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Maka tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk.” Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah.” Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.


Ayat ini membuktikan bahwa Imran, istrinya, Maryam dan Zakaria hidup sezaman. Dan tentu saja bukan pada zaman Musa dan Harun. Dan tentu saja tidak ada kisah ini (istri Imran menazarkan Maryam) pada kisah Miryam maupun Amran dalam Alkitab. Sedangkan Zakaria disitu adalah ayah Yahya (Yohanes Pembaptis). Sudahkah bapak pendeta membaca ayat ini?

Lengkap sudah bukti-bukti yang meruntuhkan tuduhan anakronisme dalam Quran yang rapuh.

Untuk menutupi kegagalannya membuktikan anakronisme, Pdt. TH mengajukan pertanyaan lanjutan akibat kegagalannya dengan alasan apa Maryam disebut “ukhta Harun” dan mengapa harus “Harun’.

Mengapa harus Harun?

Pertama, “ukhta Harun” sebenarnya adalah hinaan bangsa Israel pada zamannya untuk menyindir Maryam. Maryam disitu telah dinazarkan oleh Ibunya untuk berkhidmat pada bait Allah.

Ayah Ibu Maryam dikenal sebagai orang yang saleh oleh masyarakat. Karena itu ketika mendapati Maryam yang telah dinazarkan untuk berkhidmat di bait Allah ternyata mempunyai anak maka mereka melontarkan pertanyaan ironi kepada Maryam,

“Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina”.

Dalam bahasa lain, kaumnya ingin menyatakan bahwa ayah ibunya bukan pezina tapi mengapa dirinya berzina. Kaumnya saat itu menuduhnya berzina karena mendapati seorang anak di luar pernikahan. “Saudara perempuan Harun” adalah sindiran baginya karena seharusnya ia adalah perempuan yang saleh, bukan pezina.

Kedua, kenapa harus Harun? Saya mengingatkan bahwa “Saudara perempuan” tidak bermakna saudara kandung, bisa jadi punya relasi dari keturunan seseorang. Misalnya keturunan Yehuda, dianggap saudara perempuan Israel. Maka maksudnya adalah keturunan Yehuda bersaudara dengan keturunan Israel lainnya, yang tentu saja mereka bukan saudara kandung karena selisih jamannya begitu panjang. Begitu juga dengan Maryam dikatakan saudara perempuan Harun maksudnya adalah saudara perempuan dari keturunan Harun, yang tentu saja bukan saudara kandung karena jika kandung maka jelas termasuk keturunan Harun dan lebih pas “putri Harun”. Ini juga dapat dijelaskan dari perspektif Alkitab. Dikisahkan ibu Maryam mempunyai saudara perempuan yang menikahi laki-laki keturunan Lewi dan mempunyai anak bernama Elizabeth. Lukas 1:5 menyebut Elisabeth sebagai “putri Harun” tentu saja bukan putri kandung melainkan keturunan Harun. Ia mendapatkan darah Lewi dari ayahnya. Dan Maryam disebut sanak saudara Elisabeth, karena ibu mereka bersaudara.
Maka, memahami frase “saudara perempuan Harun” dalam Quran sama mudahnya dengan memahami “saudara perempuan Israel” dalam Alkitab. Hanya orang yang menutup hati dan akal budinya yang sulit menerima penjelasan yang sederhana ini.
 


JAWABAN DARI SDR. PAKAI AKALMU
@ UCOK, dan teman Muslim,

Hai pengikut “ ukhta Harun”, saudara perempuan Harun (Qs 19:27,28).

Kita tahu betapa bodohnya orang-orang yang berkutat memlintirkan istilah-istilah Arab demi membenarkan Nabinya, sementara sang Nabi melemparkan segudang “wahyu-wahyu keliru” dan anakronim lainnya.
 
Tentu para ahli Islam merasa sangat terganggu dengan “kasus Harun” dan berusaha menggeserkan panggilan  “sister Harun” dari makna asli “biological sister” (sekandung) menjadi semacam “social sister” seperti halnya panggilan  “bro atau sis”.  Mereka membela: “Dalam Arabic kata “ukht” pada suatu kalimat tidak selalu berarti saudara perempuan dalam arti biologis, bisa berarti lain “tergantung pada kalimatnya”.

Malah dinyatakan Muhammad SAW sudah tahu semua bhw Maryam dan Harun tidak sezaman, sambil mengutip Hadis Bukhari “bla…bla…bla…” yang tidak berani disebut nomor hadis nya! Dan andaikata pun ada bukankah “Hadis pembenaran” tersebut (seperti sejumlah hadis yang sudah-sudah) hanyalah “fakta buatan” yang muncul 200 tahun kemudian SETELAH kematian Muhammad?  Mereka menambahkan bukti-buktinya dengan rujukan-rujukan paling konyol sbb:

1. QS.7: 65, 73, 85, mencatat berturut2 “Aad/ Tsamud/ Madyan saudara mereka…”
Bodohnya, mereka lupa bahwa istilah  “saudara mereka” merujuk kepada “kaum mereka”, dan ini tidak bisa diperbandingkan dengan “saudara Harun” yang hanya bisa merujuk kepada “adik/ kakak kandung Harun”. He, he, he.

2. Mereka juga menunjuk kesamaannya dengan frase “ saudara perempuan Israel” yang bukan berarti saudara kandung. Bodohnya, mereka lupa lagi bahwa “Israel adalah KAUM, bukan oknum, bung!

3. Mereka merujuk lebih bodoh lagi dengan “ saudara Yesus”, padahal memang itu adalah anak-anaknya Maryam dan Yusuf secara biologis (hubungan suami-istri), setelah Yesus dilahirkan dari Ruh dan Kalimat Allah (4:171) via perawan Maria. Muslim tidak kritis bertanya kenapa Muhammad KOQ tak tahu tentang keberadaan Yusuf si tukang kayu (sehingga Yesus dikenal oleh ahli taurat sebagai “anak tukang kayu”) dan  tak tahu apa-apa tentang saudara-saudara Yesus, padahal Muhammad membual bahwa “Ia lebih dekat dengan Isa ketimbang siapapun yang lain, di dunia dan di akhirat?” (Shahih Bukhari 55. No.655).

Bah, bohongnya ketahuan banget!  

MASIHKAH UKHTA HARUN, “SISTER HARUN” BISA DIPLINTIRKAN?
Ayat tersebut telah menunjukkan sangat jelas bahwa “sister” di situ bermakna lingkaran sedarah, bukan se-sosial masyarakat!  Harun suku Lewi, tidak sedarah dengan Maryam suku Yehuda!  Dan lihat, di ayat tersebut telah mencantumkan seluruh sosok keluarga besar biologisnya Maryam, yaitu: Maryam, anaknya, ayahnya, dan ibunya, dan SAUDARANYA yang bernama Harun! Itulah Maryam sebagai “sister biologis, sekandung Harun dan Musa”, yang mana Muhammad terkeseleo-wahyunya!  

Akhirnya jangan lupa bahwa tradisi Yahudi tidak pernah memanggil “saudara” untuk seorang moyangnya, kecuali memanggilnya “bapak” (misalnya: bapak kami Abraham) atau sebaliknya “anak” (misalnya: anak Daud). Jelas Muhammad membuat silsilah baru DAN tradisi baru bagi Maryam, Isa, dan Israel, secara membual dan spekulatif!

Artikel dipetik dari: bacabacaquran.com