Universitas Gadjah Mada: Dulu Kampus Bernuansa Kebangsaan, Kini Sektarian

Gereja Misi Injili Indonesia-Tiranus Yogya yang sudah berdiri selama 20 tahun; sekarang dalam proses digusur oleh UGM

Selama puluhan tahun, Universitas Gajah Mada (UGM) yang ada di kota budaya dan pendidikan Yogyakarta, dikenal luas sebagai kampus yang mempromosikan nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme yang kental. Kampus yang sudah berdiri sejak zaman kemerdekaan ini, merupakan salah satu kampus tertua dan barangkali salah satu yang terbesar di Indonesia. UGM telah menghasilkan banyak kaum pemikir yang ahli di bidangnya, yang menduduki posisi-posisi penting di pemerintahan, legislatif maupun yudikatif.

Sayang sungguh sayang, tampaknya telah terjadi perubahan signifikan dalam karakteristik UGM. Kampus yang sebelumnya sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinekaan dan nasionalisme, kini pelan-pelan berubah menjadi kampus yang bersifat sektarian.

Bagaimana tidak. Sejak tertangkapnya seorang wakil dekan dan beberapa mahasiswa UGM yang ditengarai terlibat dengan Gerakan Negara Islam Indonesia (NII), kini ada berita lain yang tak kalah mengejutkan masyarakat Indonesia, khususnya kaum Nasrani.

Diberitakan (didiskusikan secara luas di berbagai milis di tanah air) bagaimana UGM baru-baru ini membeli secara "ilegal" sepotong tanah yang ada di jalan Cik Ditiro, (bersebelahan dengan kompleks UGM yang sangat luas), dimana di atas sebagian tanah itu berdirilah sebuah Gereja yaitu Gereja Misi Injili Indonesia (GMII) jemaat Tiranus-Yogyakarta. UGM tidak mau membeli tanah di daerah itu, jika Gereja tersebut masih berdiri di sana, maka diaturlah sejumlah skenario untuk menyingkirkan gereja itu, termasuk menggunakan cara-cara yang jauh dari gambaran sebuah perguruan tinggi yang menjunjung tinggi etika dan moral.

Sebagai sebuah Pusat Pendidikan Terkenal, UGM ditengarai telah menghasut penduduk yang ada di belakang gereja, yaitu mereka yang telah setuju untuk menjual tanah mereka kepada UGM, agar membuat Petisi untuk menolak Gereja Misi Injili Indonesia, padahal Gereja itu sudah berdiri di sana selama lebih dari 20 tahun.

Kasus ini telah mencuat ke permukaan dan menjadi kasus hukum yang selama beberapa bulan telah disidangkan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Yang dijadikan terdakwa adalah Pendeta Petrus Srijadi STh, yang dituduh telah menyerobot tanah dimana Gereja berada, padahal tanah itu telah dihibahkan oleh pemilik yang sah (meski tanpa sertifikat, hanya surat pernyataan hibah), untuk dijadikan tempat ibadah.

UGM memiliki sebuah mesjid yang sangat besar dan megah, tetapi menolak keberadaan sebuah gereja kecil yang ada di dekatnya

Universitas Gajah Mada juga mendanai proses hukum di pengadilan, dan beredar “kabar burung” (bersumber dari dalam lingkungan UGM sendiri), bahwa Universitas Gajah Mada telah menggelontorkan sejumlah uang untuk menyuap jaksa dan hakim yang mengadili perkara ini, agar memenangkan pihak UGM.

Forum Jurnalis Kristen se-Indonesia telah mengirimkan surat melalui email untuk mengkonfirmasikan semua berita miring tersebut kepada pihak UGM. Tetapi sepertinya masih belum ada tanggapan. Sementara pihak Gereja telah memperdatakan UGM, dan kasus hukumnya masih menunggu untuk disidangkan. Kasus ini menjadi perhatian besar dan keprihatinan mendalam bagi masyarakat, khususnya umat Kristiani. Keputusan akhir masih belum bisa diketahui, apakah Gereja itu masih bisa tetap berdiri di situ atau tidak.

Sejumlah dosen dan mahasiswa Kristen, selama bertahun-tahun telah mengajukan permohonan agar pimpinan UGM berkenan menyediakan tanah dimana bisa didirikan Gereja yang dapat dipakai oleh mahasiswa dan dosen untuk beribadah dan melakukan pendalaman Alkitab. Tetapi hingga saat ini permohonan itu belum ditanggapi. Mayoritas jemaat GMII Tiranus adalah mahasiswa/mahasiswi UGM, dan sekarang UGM ingin menyingkirkan gereja itu.

 

Sumber: buktidansaksi.com